ABK Suka Emosi? Berikut Tip Membantu Pengendalian Emosi Pada ABK

Jakarta, Anak-anak berkebutuhan khusus sering menghadapi persoalan dalam mengelola dan mengontrol emosi, seperti emosi marah. Meskipun pada dasarnya kemarahan merupakan emosi yang normal dan harus diungkapkan, terkadang ada beberapa ekspresi kemarahan yang dapat membuat anak berkebutuhan khusus ini menjadi agresif, bahkan bisa mengganggu proses belajar dan fokus perhatian. 

Angga Pratama Armadi Putra, Guru Pendamping Khusus untuk Warga Belajar Paket A Inklusif di SKB Kota Pekalongan, Jawa Tengah mengatakan bahwa mengelola emosi memang bukan hal yang mudah bagi anak berkebutuhan khusus. Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti tidak bisa ditangani.  

“Kalau dari pengalaman saya menangani ABK, mengelola emosi mereka itu kuncinya di membangun hubungan dulu. Kita perlu jadi “teman” mereka bukan cuma guru, ngajar di kelas terus selesai,” kata Ardi, sapaan guru yang sempat mengajar di SLBN Kota Pekalongan ini. 

Menurut Ardi, anak-anak berkebutuhan khusus perlu mengetahui bagaimana menyalurkan amarah dengan cara yang tepat dan aman. Hal ini bertujuan agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat mengenali tanda kemarahan dan menentukan cara yang tepat dalam mengelola amarah. 

Beberapa hal yang biasa menurut Ardi adalah dengan memahami bahasa cinta masing-masing anak. Misalnya, ada peserta didik yang lebih suka dipeluk atau yang membutuhkan waktu khusus, seperti membiarkan anak sendiri untuk menata emosi atau kemarahannya. 

Memvalidasi perasaan anak juga menjadi cara yang bisa dilakukan oleh guru atau orang tua dalam mengelola emosi anak berkebutuhan khusus ini. 

“Misalnya, “Kamu lagi marah ya? Gak apa-apa kok marah.” Atau kalau lagi nangis, “yaudah nangis aja dulu, diselesaikan sampai lega ya,” ujar Ardi. 

Selain itu, menurut Ardi, menjaga rutinitas yang konsisten juga bisa menjadi salah satu kunci untuk mengelola emosi anak berkebutuhan khusus agar mereka merasa aman, contohnya mereka biasa belajar di kelas tertentu, istirahat dan makan di waktu tertentu; rutinitas tersebut harus selalu sama. 

“Jika ada perubahan sedikit pasti besoknya nggak mau masuk karena merasa asing,” terang Ardi. 

Penggunaan alat bantu visual atau gesture untuk membantu anak berkebutuhan khusus mengenali emosi juga bisa menjadi pilihan saat menangani emosi anak. 

“Saya biasanya pake hand puppet atau buat dari kardus membentuk figure hewan. Penyampaiannya saya kemas dalam story telling yg moral value-nya ke pengenalan emosi,” ujar Ardi. 

Ardi juga menegaskan hal penting lain dalam membantu mengelola emosi anak berkebutuhan khusus adalah sikap fokus dan tetap tenang. Pasalnya, anak berkebutuhan khusus justru belajar dari seperti apa respons yang ditunjukkan.  

“Kalau kita panik, mereka malah “seneng”. Apalagi saat mereka tantrum. Kita harus tetap tenang,” ucap Ardi.