Tegal – Indera pendengaran memiliki peran penting bagi seseorang dalam perkembanganya, termasuk dalam hal berbahasa dan berbicara. Namun, tidak jarang anak-anak dengan gangguan pendengaran atau tunarungu ini justru mengalami hambatan bicara yang membuat mereka sulit untuk berinteraksi dan berkomunikasi.
Menurut Atiek Wismarini, guru Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Slawi, Tegal, Jawa Tengah, kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara memang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Hal tersebut disebabkan kemampuan berbahasa dan berbicara sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar.
“Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu biasanya mengalami hambatan dalam berkomunikasi,” ujar Atiek.
Biasanya tingkat hambatan wicara pada anak tunarungu ini berbeda-beda dan sangat tergantung dari tingkat ketulian anak tersebut. Semakin berat tingkat ketulian si anak, hambatan wicaranya juga bisa semakin kompleks atau berat.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua dengan anak tunarungu untuk memberikan latihan terapi wicara bagi putra-putri mereka agar anak-anak tunarungu ini dapat berinteraksi atau berkomunikasi.
Latihan terapi wicara, lanjut Atiek, tidak hanya diajarkan di sekolah. Orang tua juga bisa menerapkannya di rumah. Misalnya adalah dengan mengajak anak tunarungu untuk berkomunikasi dengan teknik yang benar.
“Saat berbicara pelan-pelan saja, tidak perlu terburu-buru dengan artikulasi yang jelas sehingga anak tunarungu bisa tahu pesan yang disampaikan melalui gerak mulut dan harus fokus pada anak. Lakukan kontak mata dengan anak,” kata Atiek.
Selain itu, anak tunarungu juga harus dilatih untuk membaca gerak bibir. Hal tersebut dilakukan karena anak tunarungu tidak mendengar suara dari orang dengar.
“Mereka memanfaatkan visual gerak mulut untuk tahu isi pembicaraan jadi mereka harus dilatih untuk membaca gerak bibir,” kata Atiek.
Untuk meningkatkan penguasaan kosakata dan pemahaman pada anak, orang tua juga bisa membuat tempelan gambar-gambar terkait dengan pemahaman atau konsep dasar, seperti gambar tentang benda maupun pengenalan warna, dan kata kerja seperti lari, makan dan minum, dan sebagainya.
Terakhir, Atiek juga menyarankan untuk memberikan alat bantu dengar bagi anak tunarungu, utamanya bagi mereka yang masih memiliki sisa pendengaran.
Sumber foto : wicaraku.id