Menggali Potensi Peserta Didik Lewat Membatik, SLBN Taruna Mandiri Hadirkan Batik Muning Cerme yang Kaya Filosofi

Kuningan – Persepsi yang keliru terhadap penyandang disabilitas intelektual kerap membuat bakat dan kemampuan para penyandang disabilitas ini kurang tergali optimal. Namun, di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Taruna Mandiri, bakat dan potensi tersebut justru digali dan dikembangkan hingga menghasilkan sebuah karya batik, salah satunya adalah batik Muning Cerme.


Pembuatan batik ini dilakukan murni oleh para peserta didik yang merupakan penyandang disabilitas tunagrahita (disabilitas intelektual) serta tunarungu. Khusus untuk Batik Muning Cerme, batik ini merupakan karya siswa tunarungu.


“Terkadang, masyarakat berpikir anak tunagrahita itu tidak bisa apa-apa. Padahal, jika diberi pelatihan, mereka bisa menghasilkan karya luar biasa, seperti batik Muning Cerme ini,” kata Kepala SLBN Taruna Mandiri, Kokoy Kurnaeti.


Program pelatihan membatik ini mulai dirancang sejak tahun 2024 dan kini telah berjalan di tahun 2025. Kegiatan ini bekerja sama dengan pelaku usaha batik, salah satunya adalah Batik Nisa yang berlokasi di Kuningan, serta diawali dengan workshop dari pengrajin batik Trusmi, Cirebon.

Program membatik ini diikuti oleh peserta didik SLBN Taruna Mandiri, khususnya dari jenjang SMP kelas 7. Mereka terlebih dahulu mengikuti asesmen minat dan bakat untuk menentukan pembidangan keterampilannya.

“Pada tahap awal, sekolah mengundang pengrajin batik dari Trusmi untuk memberikan workshop langsung di sekolah. Setelah itu, siswa yang terpilih melanjutkan pelatihan secara intensif di Batik Nisa. Kegiatan dilakukan hampir setiap hari selama beberapa minggu, termasuk praktik membatik menggunakan teknik mencanting,” terang Kokoy.

Sebelum kegiatan magang dilakukan secara penuh, siswa terlebih dahulu mengikuti sosialisasi dan pengenalan lingkungan kerja. Dengan pola ini, diharapkan siswa memiliki pemahaman dan keterampilan dasar yang cukup sebelum terjun ke tempat magang sesungguhnya.

Untuk saat ini, model pelatihan masih difokuskan pada pembuatan batik tulis di sekolah. Batik yang dihasilkan masih dijual secara terbatas, namun ke depannya akan dikembangkan menjadi produk bernilai jual tinggi, termasuk dalam bentuk kerja sama produksi dan pemasaran dengan pihak Trusmi. 

“Produk yang dibuat juga akan diarahkan untuk masuk ke pasar batik premium, seperti batik tulis yang diperuntukkan bagi pejabat. Kami juga sedang merancang agar hasil karya siswa dapat dipatenkan (HAKI) melalui program dari PKPLK, sehingga bisa menjadi sumber penghasilan bagi peserta didik kelak,” tambah Kokoy.

Karya batik ini juga telah masuk ke dalam program keterampilan bengkel tata busana khusus untuk siswa tunarungu.

Kaya makna filosofis

Saat ini, pihak sekolah masih mencari ide untuk penamaan motif batik khas sekolah. Salah satu usulan nama yang diberikan adalah “Batik Muning Cerme”. Nama ini terinspirasi dari kekhasan daerah Kuningan, dengan warna dominan kebata (merah bata), kuning, dan motif yang terdiri dari empat unsur makna filosofis lokal.

“Bunga kemuning itu melambangkan awal yang baru, harapan, dan masa depan yang baik sebagai simbol kekayaan budaya, identitas lokal, dan kecintaan terhadap sejarah,” terang Kokoy.

Sementara itu, Gunung Ciremai terinspirasi dari keindahan Gunung Ciremai yang menjadi salah satu gunung legendaris di Kabupaten Kuningan. Keindahan gunung ini bahkan terlihat dari pintu gerbang saat masuk ke SLBN Taruna Mandiri. Motif lainnya adalah Ikan Dewa, yang menjadi ikon wisata air di Kabupaten Kuningan.

Selain memiliki corak yang indah, batik Muning Cerme juga juga memiliki paduan warna yang sangat cantik dan lembut berupa paduan antara warna hijau, peach, dan putih. 

“Hijau menggambarkan lingkungan yang asri dari Kabupaten Kuningan, kemudian peach adalah kesehatan, kemakmuran dan cinta kepada Kabupaten Kuningan. Kalau putih tentu kemurnian,” Kokoy menambahkan.

Kokoy percaya, dengan proses pendampingan yang tepat, kegiatan membatik ini tidak hanya menjadi terapi keterampilan, tetapi juga peluang wirausaha yang konkret bagi peserta didik berkebutuhan khusus.