Inklusivitas Peluang Kerja Disabilitas Perlu Dukungan Industri dan Orang Tua Murid

Jakarta, Ditjen Vokasi PKPLK – Dunia kerja bagi penyandang disabilitas di Indonesia masih menghadapi tantangan yang beragam. Selain stigma dan kesempatan kerja yang perlu lebih terbuka, sekolah serta orang tua murid juga dituntut untuk menyiapkan diri agar para lulusan yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat bersaing di dunia kerja. 

Hal tersebut mengemuka dalam sesi Gelar Wicara bertajuk “Inklusivitas Peluang dan Ruang Kerja Penyandang Disabilitas”, yang diselenggarakan Kamis, 18 Desember 2025 di Jakarta. Gelar Wicara ini menjadi bagian dari rangkaian acara Gelar Karya Vokasi PKPLK 2025 pekan lalu. 

Dalam Gelar Wicara tersebut, Muhammad Fajar Rianto selaku guru vokasional di SLB Mandiri Putra, Karanganyar, Jawa Tengah menyampaikan bahwa sebagai agen perubahan, sekolah dalam hal ini SLB memiliki peran penting untuk menyiapkan kemandirian para murid, termasuk karier mereka di masa depan. 

“SLB memiliki jenjang yang tidak hanya SD, tapi sampai SMA. Jadi, selama 12 tahun sekolah harus bisa membangun bonding dengan murid untuk menyiapkan mereka tumbuh dewasa yang tentu perlu kemandirian ekonomi. SLB harus menyiapkan anak-anak siap kerja nanti,” kata Muhammad Fajar. 

SLB Mandiri Putra sendiri, lanjut Fajar, memiliki program “DAUN” yang merupakan singkatan Dari ABK untuk Negeri. Program ini bertujuan untuk menyiapkan dan menumbuhkan bakat potensi serta keterampilan bagi para murid yang nantinya dapat menjadi bekal untuk kemandirian ABK. 

“Melalui DAUN, kami tidak hanya menanamkan kemandirian, tetapi juga kreativitas dan pola pikir yang berkembang. Tidak hanya untuk murid, tetapi juga orang tua,” kata Muhammad Fajar.

Selain murid, menurut Muhammad Fajar, orang tua juga menjadi tantangan dalam kebekerjaan disabilitas. Orang tua kerap merasa tidak yakin anak mereka dapat bekerja dan bersaing di dunia kerja karena keterbatasan yang dimiliki. 

“Kami tanamkan ke orang tua bahwa pekerjaan anaknya adalah pekerjaan layak, baik ruang kerjanya, fasilitas kerja, dan lingkungan kerja yang welcome karena yang dilihat adalah kompetensinya bukan kondisi anaknya,” Muhammad Fajar menambahkan.

Selain itu, lanjut Muhammad Fajar, SLB juga dituntut untuk jeli dalam mencari peluang-peluang pekerjaan bagi para lulusannya. Paradigma pendidikan SLB yang berbasis pada keterampilan vokasional perlu didukung dengan keberadaan Bursa Kerja Khusus (BKK) di sekolah untuk menjembatani masa transisi bagi para lulusan.

Sementara itu, Fernaldo Garcia, owner Sunyi Coffee, melihat industri di Indonesia perlu lebih terbuka lagi untuk memberikan kesempatan kepada para penyandang disabilitas dalam bekerja. 

“Ketika sekolah sudah menyiapkan sedemikian rupa, maka industri juga harus lebih terbuka untuk menyerap disabilitas,” kata Fernaldo.

Di Sunyi Coffee sendiri, saat ini hampir 100 persen pekerjanya merupakan penyandang disabilitas, yakni para penyandang disabilitas tunarungu. 

Manager Employee Services PT Pertamina (Persero), Yayu Rahayu, menyampaikan bahwa Pertamina terus berkomitmen dalam mewujudkan inklusivitas peluang kerja bagi penyandang disabilitas. Saat ini, 2,5 persen dari total pekerja di Pertamina merupakan penyandang disabilitas. 

Selain memberikan porsi yang lebih bagi penyandang disabilitas, Pertamina juga berupaya untuk mewujudkan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas di tempat kerja, termasuk program-program penguatan kompetensi teknik bagi pekerja disabilitas.

Sumber: vokasi.kemendikdasmen.go.id