Jakarta, Ditjen Vokasi PKPLK – Sebanyak 21 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia dilibatkan untuk membantu pelaksanaan program revitalisasi sekolah luar biasa (SLB) oleh Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK), Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi PKPLK, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Pelibatan perguruan tinggi negeri ini diharapkan dapat membantu program revitalisasi berjalan sesuai target waktu, berkualitas, dan lebih akuntabel.
Sebagai langkah awal, Direktur PKPLK telah melakukan penandatanganan kesepakatan bersama dengan 21 PTN yang terlibat, yang meliputi universitas dan politeknik negeri. Mereka akan mendampingi SLB penerima bantuan selama proses revitalisasi berlangsung, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan kegiatan revitalisasi.
“Kolaborasi antara PTN dan satuan pendidikan SLB penting karena dalam implementasinya. Program revitalisasi SLB ini membutuhkan pendampingan dari expertise dari perguruan tinggi yang mengerti aspek teknis bangunan,” kata Direktur PKPLK, Saryadi, saat acara Penandatangan Kesepakatan Bersama dengan Perguruan Tinggi Sasaran Revitalisasi SLB 2025 yang berlangsung di Jakarta, Jumat (20-6-2025).
Menurut Saryadi, dengan adanya pendampingan ahli dari universitas maupun politeknik, program revitalisasi SLB dapat dilakukan sesuai standar kualitas bangunan serta tata kelola manajemen waktu yang telah ditetapkan. Hal ini mengingat, kegiatan revitalisasi memiliki jangka waktu penyelesaian yang relatif singkat, yakni enam bulan.

Selain itu, revitalisasi SLB juga merupakan salah satu program utama Kemendikdasmen, sekaligus Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden Prabowo Subianto, sehingga dampak manfaat dari program ini sangat dinantikan oleh masyarakat. Dalam hal ini adalah peserta didik SLB.
“Dengan pendampingan pada ahli dari kampus ini diharapkan program ini bisa cepat selesai sehingga anak-anak kita yang berkebutuhan khusus bisa segera dapat merasakan manfaat dari program ini. Mereka bisa belajar dengan sarana dan prasarana yang nyaman dan aman sekaligus untuk mitigasi kesalahan dalam penggunaan anggaran yang bisa menyebabkan kerugian negara,” tambah Saryadi.
Nantinya setiap universitas/politeknik akan melakukan pendampingan program revitalisasi berbasis pendekatan wilayah. Misalnya, Universitas Negeri Jakarta akan melakukan pendampingan program revitalisasi SLB di wilayah Jakarta dan sekitarnya, termasuk wilayah Lampung.
Tim ahli dari perguruan tinggi akan berperan menyusun dokumen teknis revitalisasi yang sesuai dengan kebutuhan riil sekolah dalam mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan inklusif. Selain itu, mereka juga akan berperan dalam memberikan pendampingan teknis dan administratif di SLB penerima bantuan. Dengan demikian, program revitalisasi SLB ini dapat berjalan sesuai ketentuan yang berlaku, tepat sasaran, dan akuntabel.
Direktur Politeknik Negeri Medan (Polmed), Idham Kamil, menyambut baik dan mengapresiasi kerja sama ini. Menurutnya, dengan pendekatan berbasis data dan keahlian vokasi, kerja sama ini akan memberi dampak nyata, berkelanjutan, dan menjadi model kolaborasi antarlembaga dalam mendukung pendidikan yang inklusif dan berkeadilan di Indonesia.
“Kami akan memastikan setiap langkah yang dilakukan berdampak langsung pada peningkatan mutu layanan pendidikan di satuan pendidikan SLB, baik dari sisi infrastruktur, pembelajaran, maupun manajemen kelembagaan,” kata Idham.
Nantinya, tenaga ahli dari Polmed akan terlibat dalam proses pemetaan kebutuhan, pendampingan teknis, serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi program revitalisasi di lapangan.
Sebagai informasi, Revitalisasi SLB merupakan bagian dari Program Revitalisasi Sarana dan Prasarana Satuan Pendidikan yang Berkualitas Kemendikdasmen yang sudah diluncurkan pada 2 Mei 2025 lalu.
Program ini akan menyasar 155 SLB di seluruh Indonesia dengan pembangunan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pembelajaran anak berkebutuhan khusus (ABK), pembangunan ruang pembelajaran khusus seperti ruang bina wicara yang ditujukan untuk pembelajaran bagi anak tunarungu yang dilengkapi dengan peralatan untuk mendukung terapi wicara bagi peserta didik. Program ini dilakukan secara swakelola dengan melibatkan partisipasi masyarakat.