Surabaya, Ditjen Vokasi PKPLK – Krisis anak usia sekolah tidak sekolah (ATS) masih menjadi tantangan dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua. Sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Nasional hadir sebagai solusi strategis yang dirancang secara fundamental untuk mendobrak batasan jarak, waktu, dan ekonomi yang selama ini menjadi penghalang utama ATS.
PJJ telah bertransformasi dari sekadar pilihan alternatif menjadi fondasi strategis dalam ekosistem pembelajaran digital modern di Indonesia. Akan tetapi, keberhasilan PJJ Nasional bergantung pada arsitektur sistem yang kokoh dan fleksibel. Untuk itulah, guna memastikan pembangunan sistem PJJ yang tangguh, adaptif, dan berkelanjutan dari waktu ke waktu, pemerintah telah menyusun Peta Jalan yang terbagi dalam empat fase utama, yaitu Fase 1: Rintisan (Pilot Project) – 2025 Fase 2: Pengembangan Skala Penuh – 2026, Fase 3: Peluncuran Skala Nasional – 2027, dan Fase 4: Ekspansi dan Optimalisasi – 2028-2029.
Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Koordinasi Nasional Implementasi Kebijakan Pendidikan Jarak Jauh Jenjang Pendidikan Menengah yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Khusus Pendidikan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) beberapa waktu lalu.
Dalam sambutannya saat membuka acara, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi PKPLK, Kemendikdasmen, Tatang Muttaqin, menyampaikan bahwa pemerintah terus berkomitmen mengurangi ATS melalui pendidikan jarak jauh yang akan terus dieskalasi jangkauan sasarannya.
“Target ambisius yang ditetapkan dalam Renstra Kemendikdasmen 2025—2029 adalah mengentaskan 68% ATS usia 16—18 tahun, setara 2,7 juta anak, pada tahun 2029,” ujar Dirjen Tatang.
Saat ini, berdasarkan Data Pusdatin 2025, ada 4,1 juta ATS. Secara khusus, 33,94% dari jumlah tersebut adalah anak pada kelompok usia SMA (16—18 tahun), sebuah fase krusial dalam pembentukan sumber daya manusia unggul.
Di sisi lain, sebanyak 752 kecamatan di Indonesia tidak memiliki satu pun SMA, SMK, atau MA. Kondisi ini secara efektif mengisolasi sekitar 1,2 juta remaja dari akses pendidikan menengah.
“Kesenjangan geografis ini memaksa anak-anak berhenti bermimpi bukan karena tidak mampu, tetapi karena pilihan untuk melanjutkan pendidikan tidak tersedia,” ujar Dirjen Tatang.
Menurut Dirjen Tatang, misi utama PJJ adalah membangun ekosistem pendidikan jarak jauh nasional yang terintegrasi, berkelanjutan, dan inklusif.
“Fondasi dari ekosistem ini adalah kolaborasi multi-pihak yang harmonis antara pemerintah, sekolah, industri, perguruan tinggi, dan masyarakat untuk merancang, mengelola, dan mendukung penyelenggaraan PJJ secara berkelanjutan,” ujar Dirjen Tatang.
Sesuai peta jalan yang dirancang, target kunci PJJ 2028-2029 adalah Pendirian Pusat Belajar Nasional (Sekolah Nasional Jarak Jauh) yang berfungsi sebagai pusat keunggulan dan melayani siswa di dalam negeri maupun di luar negeri (SILN). Selain itu, target lainnya adalah tercapainya target penurunan angka ATS sebesar 4-6% untuk kelompok usia 16-18 tahun.
Sebagai informasi, Rakornas tersebut dihadiri oleh Prof. Ojat Darojat, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK, Cahya Kusuma Ratih,Direktur SEAMEO SEAMOLEC, serta para pemangku kepentingan di bidang pendidikan.
Sumber: vokasi.kemendikdasmen.go.id




